Fiksi: Asal Usul Nama Kota Banyuwangi

    Pada zaman dahulu kala di Pulau Jawa bagian Timur ada sebuah kerajaan yang diperintah oleh Raja Sindureja, beliau memerintah dengan adil dan bijaksana. Baginda mempunyai seorang patih bernama Sidopekso. 

    Patih Sidopekso kawin dengan seorang perempuan dari rakyat biasa yang memiliki paras yang cantik dan memiliki perilaku yang sangat baik. Patih Sidopekso sangat menyayangi istrinya, tetapi ibu dari Patih Sidopekso sangat membencinya dikarenakan wanita tersebut berasal dari kasta rendah. Ibu Patih Sidopekso selalu memiliki upaya hendak memisahkan Patih Sidopekso dengan istrinya. Dengan cara memohon kepada Baginda Sindureja untuk memberikan tugas yang berat dan lama kepada anaknya yakni Patih Sidopekso. 

    "Aku harus menghadap kepada Baginda Sindureja. Akan kubujuk agar memberikan tugas berat kepada anakku. Jika anakku pergi dalam waktu lama, aku dapat menyingkirkan perempuan itu," kata Ibu Patih Sidopekso dalam hati.

 Pada pagi harinya Ibu Patih Sidopekso secara diam-diam menghadap Baginda Sindureja. Pada waktu itu Baginda sedang duduk di pendapa istana. Ia menyambut kedatangan beliau dengan ramah.

    "Mari Ibu, silahkan duduk," kata Baginda Sindureja, "Mengapa Kakang Patih tidak menagntarkan ibu?"

    "Ya... semenjak Sidopekso kawin dengan perempuan itu ia sekarang kurang perhatian kepadaku," jawab Ibu Patih Sidopekso.

    "Ya, Ibu. Ananda juga maklum karena Kakang Patih Sidopekso masih pengantin baru," kata
Baginda, "Sebenarnya Ibu datang ke istana, ada keperluan apa?"

    Ibu Patih Sidopekso itu mulai berserita bahwa di Gunung Ijen terdapat bunga yang sangat ajaib. Bunga tersebut memiliki khasiat yang sangat besar yaitu, dapat membuat wanita tetap awet muda. Kemudian Baginda mempercayai perkataan perempuan setengtah baya tersebut.

    Pikir Raja Sindureja, "Kalau istriku memakai bunga itu pasti akan tetap cantik dan awet muda."

    Ibu Patih Sidopekso tahu bahwa Baginda Sindureja mempercayai perkataannya. Ia lalu berkata, "Baginda, anakku Sidopekso pasti dapat mencari bunga ajaib itu. Suruhlah anakku mencari bunga ajaib itu."

    Dikarenakan Baginda telah mempercayai perkataannya. Lalu, ia berkata "Baginda, anakku Sidopekso paswti dapat mencari bunga tersebut. Suruh saja anakku untuk mencari bunga itu."

    Raja tidak mengetahui maksud dari niat jahat Ibu Patih Sidopekso. Akhirnya beliau menyuruh Sidopekso untuk mencari bunga ajaib itu. Ibu Patih Sidopekso sasngat senang dikarenakan ia berhasil membujuk Raja Sindureja.

    Keesokan harinya Patih Sidopekso menghadap Raja Sindureja.

    "Kakang, kata orang di puncak Gunung Ijen ada bunga ajaib yang memiliki khasiat membuat wanita tetap awet muda. Carilah bunga itu agar permaisuriku tetap awet muda", kata Raja Sindureja.

       Patih Sidopekso menerima titah dari Raja Sindureja meskipun ia harus meninggalkan istrinya yang telah hamil tua. Sebelum berangkat, Sidopekso memohon kepada ibunya agar mau menjaga menantunya dengan baik.

    Setelah dua minggu berlalu, istri Patih Sidopekso melahirkan bayi laki-laki. Bayi itu secara diam-diam diambil oleh Ibu Patih Sidopekso dan dibuang ke sungai yang mengakibatkan bayi tersebut meninggal.

    Istri Sidopekso sangat sedih karena anaknya hilang. Ia terus mencari anaknya ke berbagai tempat. Akan tetapi, ia tidak dapat menemukan anaknya dan akhirnya membuatnya menjadi jatuh sakit.

    Peristiwa keji tersebut sudah lebih dari dua puluh purnama berlalu. Semua kawasan yang berada di Gunung Ijen telah ditelusuri oleh Sidopekso. Akhirnya, Sidopekso menemukan bunga itu. Setelah berhasil memetik bunga, ia segera turun dari puncak Gunung Ijen dan menyerahkan bunga itu kepada Raja Sindureja.

    Patih Sidopekso kemudian pulang ke rumah hendak menemui anak dan istrinya.

    Ibu Patih Sidopekso mengetahui bahwa anaknya telah pulang. Ia lalu buru-buru menemuinya, "Anakku, ternyata istrimu adfalah perempuan yang jahat. Ia tega membuang anaknya ke sungai", katanya.

    Sidopekso yang memercayai perkataan ibunya, ia sangat marah dan hendak membunuh istrinya dnegan sebilah keris.

    "Kakanda, aku tidak membunuh anak kita," kata istrinya dengan lembut, "Bawalah aku ke pinggir sungai, aku akan terjun ke dalam sungai. Jika air sungai berbau harum itu tandanya aku tidak bersalah."

    "Jangan percaya pada perempuan yang telah membunuh anaknya sendiri, nak," kata Ibu Patih Sidopekso yang ketakutan kalau kejahatannya terbongkar.

    Patih Sidopekso menuruti permintaan istrinya. Ia lalu mengangkat istrinya yang sedang sakit dan dibawa ke pinggir sungai. Sampai di pinggir sungai, istri Patih Sidopekso terjun ke dalam sungai dan tenggelam.

    Tiba-tiba dari dasar sungai muncul dua kuntum bunga putih yang satu besar dan yang satu lagi kecil. Bunga besar merupakan jelmaan dari istri Patih Sidopekso sedangkan bunga yang kecil merupakan jelmaan dari anaknya.

    "Ayah," kata bunga putih kecil itu, "Aku berkata dengan sesungguhnya bahwa yang membunuhku bukanlah Ibunda. Nenekndalah yang melemparkanku ke dalam sungai."

    Kedua bunga itu kemudian perlahan-lahan turun ke dasar sungai. Air sungai itu tiba-tiba mengeluarkan bau harum.

    Patih Sidopekso sangat sedih, "Ternyata istriku tidak jahat dan bersalah. Aku sangat menyesal tidak mempercayai perkataan istriku. Mulai saat ini tempat ini aku namakan 'Banyuwangi'," gumam Sidopekso sambil menghapus air mata yang membasahi pipinya.

Komentar